Capaian Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Diapresiasi

Senin , 24 Mei 2021 15:02 WIB
Capaian Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Diapresiasi

Program Kartu Prakerja benar-benar menjadi andalan Pemerintah, baik dalam menyelesaikan berbagai tantangan ekonomi di bidang ketenagakerjaan maupun sebagai motor pemulihan ekonomi.

Terlebih di masa pandemi COVID-19, jumlah penganggur di Indonesia tercatat 9,77 juta jiwa namun bila digabung dengan mereka yang dihitung sebagai setengah penganggur dan pekerja paruh waktu maka angka itu bisa melejit mencapai 56 juta jiwa.

Selain itu, pada tahun ini, bonus demografi sudah mencapai 70 persen. Bonus demografi sendiri adalah suatu kondisi di mana jumlah penduduk produktif atau angkatan kerja (usia 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk yang tidak produktif.

Bonus demografi mesti dimanfaatkan seoptimal mungkin dengan penyediaan lapangan kerja dan pembekalan kompetensi tenaga kerja.

Penegasan itu disampaikan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso saat membuka Diskusi Virtual Setahun Perjalanan Kartu Prakerja, 18 Maret 2021.

“Selama setahun berdiri, capaian Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja sangat luar biasa. Presiden Jokowi sebagai penggagas langsung program ini sudah mengapresiasi hal itu pada pertemuan di Istana Negara 17 Maret kemarin,” kata Susiwijono.

Diskusi Virtual Setahun Perjalanan Kartu Prakerja menghadirkan tiga topik yakni terkait ‘Ekosistem Digital Mendorong Transformasi Digital’, ‘Tren Belajar Daring’, serta ‘Transparansi Anggaran Layanan Publik’.

Pada sesi pertama yang dipandu Sasha Lauder hadir empat narasumber yakni Direktur Operasi Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Hengki Sihombing, Vice Chairman dan Co-Founder Tokopedia Leontinus Alpha Edison, CEO Link Aja Haryati Lawidjaja, dan Director of Solutions Architecture Alibaba Cloud Indonesia Max Meiden Dasuki.

“Membuat sebuah platform yang 100 persen digital seperti Kartu Prakerja membutuhkan tim solid dengan kemampuan penguasaan teknologi. Kalau mengenang timeline satu bulan saat itu, rasanya ini proyek yang hampir mustahil untuk diwujudkan,” kenang Hengki Sihombing.

Ia bersyukur regulasi serta kemitraan dari berbagai pemangku kepentingan bisa mewujudkan proyek yang sangat sulit ini. 

“Kami terus menerapkan konsep product development yang diterapkan di pada umumnya start-up. Perbaikan-perbaikan fitur dilakukan secara bertahap,” jelasnya.

Leontinus Alpha Edison menyatakan Tokopedia merasa terhormat karena menjadi salah satu mitra platform digital untuk menjembatani masyarakat Indonesia mendapatkan akses pelatihan sekaligus bantuan sosial yang akuntabel dalam situasi ekonomi sulit seperti ini.

“Pelatihan yang ada di Kartu Prakerja benar-benar dikurasi, dimonitoring, dievaluasi, dan disosialisasi dengan ketat dan sangat profesional,” kata Leo.

Dari perwakilan mitra pembayaran, CEO LinkAja Haryati Lawidjaja menekankan kolaborasi strategis antara kedua belah pihak. 

“Dengan semangat sinergi BUMN, LinkAja dibentuk untuk mempercepat inklusi keuangan di Indonesia terutama fokus kepada masyarakat kalangan menengah ke bawah dan UMKM, terutama mereka yang belum mengenal perbankan. Kami merasa kerja sama dengan Kartu Prakerja sesuai dengan target inklusi keuangan itu,” katanya.

Max Meiden Dasuki dari Alibaba Cloud Indonesia memaparkan, kondisi pandemi membawa semakin banyak perusahaan lebih melek pada dunia ekosistem digital. 

“Ini terutama terlihat dari pertumbuhan industri retail, logistik, dan layanan jasa keuangan yang menggunakan platform digital,” ungkapnya.

Angka 45 juta orang pendaftar Kartu Prakerja dalam 1 tahun menurut Max merupakan hal yang sangat luar biasa dalam sebuah industri digital. 

“Sebuah pencapaian yang sulit dicapai oleh perusahaan apapun di dunia ini. Benar-benar salut untuk kerja keras dan profesionalisme Tim Kartu Kerja membantu masyarakat Indonesia, sekaligus melakukan perubahan sangat cepat dalam waktu singkat, dari ide awal pengembangan kompetensi keterampilan menjadi semi bantuan sosial,” tegasnya.

Tren Belajar Daring di Masa Pandemi

Di sesi kedua, tren belajar dalam jaringan (daring) menjadi tema menarik yang dikupas empat pembicara yakni Direktur NorthStar dan pendiri Google Indonesia Henky Prihatna, Co-Founder Haruka Edu Pintaria Gerald Ariff, penerima beasiswa LPDP dari Harvard University Nadhira Nuraini Affifa, CEO Asakreativita Vivi Alatas yang dipandu presenter Rory Asyari.

Henky Prihatna mengungkapkan, pandemi membawa fenomema positif karena mengakselerasi adopsi pembelajaran online. 

“Seandainya tak ada pandemi ini, mungkin penyesuaian cara belajar baru seperti ini baru akan terjadi 4-5 tahun lagi,” katanya.

Sementara itu, Gerald Ariff menekankan, untuk membangun ekonomi Indonesia yang kokoh, kita membutuhkan industri dan sumber daya manusia yang kokoh juga.

“Syarat itu baru akan dapat terpenuhi jika pabrik SDM kita di perguruan tinggi juga kokoh. Salah satu faktor utama di era Edukasi 4.0 ini adalah transformasi digital melalui pembelajaran online,” ungkapnya.

Gerald membandingkan, dalam hal pembelajaran online ini, Indonesia tertinggal 17 tahun jika dibandingkan Korea Selatan yang saat ini memiliki 23 perguruan tinggi full siber.

“Bayangkan, di sana anak TK sudah belajar tentang kemampuan virtual reality environment,” katanya.

Nadhira Nuraini Affifa, penerima beasiswa LPDP dari Harvard University menceritakan pengalamannya merasakan masa transisi dari pembelajaran online ke offline.

“Memang kendalanya kami kehilangan ikatan dengan teman maupun pengajar. Namun, di sisi lain pembelajaran online menjadi sangat efektif dan menghemat waktu,” kata Master Kesehatan Masyarakat ini.

Mantan ekonom Bank Dunia yang kini menjadi CEO Asakreativita Vivi Alatas menggarisbawahi bahwa ketimpangan di pasar ketenagakerjaan bisa diatasi jika kita memiliki keterampilan untuk beradaptasi terhadap perubahan. Transformasi digital menciptakan kompetisi antara teknologi dan peningkatan keterampilan.

“Menjadi pembelajar seumur hidup merupakan satu-satunya cara untuk beradaptasi. Siapa yang bisa menang adalah siapa yang bisa beradaptasi meningkatkan keterampilan, termasuk melalui Kartu Prakerja,” katanya.

Apresiasi Penyerapan Anggaran

Di sesi terakhir diskusi, Rory bersama tiga pemateri lain yakni Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Purbasari, Direktur Penyusunan APBN Kementerian Keuangan Rofianto Kurniawan, Direktur Hubungan Kelembagaan BNI Sis Apik Wijayanto, dan Elan Satriawan dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM.

Denni menjawab pertanyaan mengapa banyak lembaga non pemerintah memberikan kritik terhadap transparansi anggaran dalam pelaksanaan Program Kartu Prakerja.

“Sesuatu yang baru sering dianggap menakutkan dan kurang dipahami. Ini karena kebiasaan sebagian besar penggunaan anggaran melalui skema pengadaan barang dan jasa,” kata Denni. 

Ia menekankan, Perpres No. 76/2020 menyatakan bahwa pelaksanaan Program Kartu Prakerja tidak melalui pengadaan barang dan jasa karena manfaat langsung diterima oleh peserta.

“Program Kartu Prakerja ini berjalan ‘end to end’ secara digital. Dari sejak daftar tidak ada middle man atau broker. Pun pada pelaksanaan dan pembagian insentifnya tidak ada tukang bagi uang maupun perantara lain. Uang Rp 600 ribu yang diterima peserta bulat, utuh, tidak ada potongan apapun,” ungkapnya.

Rofianto Kurniawan dari Kemenkeu mengapresiasi realisasi anggaran Kartu Prakerja pada tahun 2020 dan tahun berjalan 2021.

“Sampai akhir tahun lalu, penyerapannya mencapai 91,26 persen. Sementara pada anggaran 2021 sudah mencapai Rp 4,26 triliun untuk 1,2 juta peserta tahun ini,” katanya.

Ia menganggap sasaran dan manfaat Kartu Prakerja bisa dikatakan tercapai. “Baik peningkatan kompetensi maupun pemberian insentif sangat bermanfaat bagi para penerima program” kata Rofianto.

Sebagai ekonom, Elan menyoroti perubahan misi yang diberikan Presiden Jokowi kepada Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja akibat pandemi COVID-19.

“Awalnya, sebagai peneliti kami mengira model ini bakal tidak efektif. Namun faktanya, peserta Kartu Prakerja menerima manfaat yang diterima secara langsung dan digunakan sesuai kebutuhannya. Baik berupa peningkatan kompetensi keterampilan maupun bantuan hidup untuk mengurangi kemiskinan di masa ekonomi sulit,” ungkap Kepala Kelompok Kerja Kebijakan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) ini.

Di akhir sesi, Sis Apik Wijayanto berterimakasih karena BNI mendapat kepercayaan sebagai bank operasional sekaligus bank pembayar Program Kartu Prakerja. 

“Ini program luar biasa karena menjadi satu-satunya program yang semua berjalan secara digital, tak ada  cash sama sekali. Sangat mudah bagi peserta dan menunjang percepatan inklusi keuangan di Indonesia,” tukasnya.

Selengkapnya bisa disimak di sini.

 

 

Halo, sobat Prakerja.

Pilih menu berikut

Halo, sobat Prakerja.

Pilih menu berikut

Icon telpTelepon Kami (Gratis)Icon livechatLive ChatIcon sendForm Pengaduan